Hadapi Musim Kemarau Lebih Singkat, Petani Diimbau Atur Ulang Jadwal Tanam

Agrotek Pertanian Terkini

JAKARTA, KABAR AGRI– Menyikapi dinamika cuaca dan kondisi iklim nasional, para petani di seluruh Indonesia diimbau untuk mewaspadai potensi hujan lebat dan badai petir dalam beberapa hari ke depan serta bersiap menghadapi musim kemarau tahun 2025 yang diprediksi berlangsung lebih singkat dari biasanya.

Berdasarkan pantauan cuaca dari Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG), wilayah-wilayah utama pertanian seperti Jawa, Sumatera bagian selatan, Sulawesi Selatan, dan sebagian Kalimantan diperkirakan akan mengalami hujan sedang hingga lebat yang disertai petir dan angin kencang pada 10–14 Mei 2025. Jakarta dan sekitarnya juga diprediksi mengalami badai petir pada sore hingga malam hari.

Ini momentum penting bagi petani untuk mengatur jadwal tanam dan panen dengan memperhatikan perkembangan cuaca harian dan tren iklim. Cuaca ekstrem dalam bentuk hujan lebat atau kekeringan tak terduga dapat berdampak langsung pada produktivitas pertanian.

Kepala Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) Dwikorita Karnawati memprediksi periode puncak musim kemarau di Indonesia tahun ini akan terjadi pada bulan Juni, Juli, dan Agustus 2025. Sementara awal musim kemarau di sebagian besar wilayah diprediksi terjadi pada periode yang sama hingga mundur dibandingkan dengan kondisi normalnya.

“Jika dibandingkan terhadap rerata klimatologinya (periode 1991-2020), maka Awal Musim Kemarau 2025 di Indonesia diprediksi terjadi pada periode waktu yang SAMA dengan normalnya pada 207 ZOM (30%), mundur pada 204 ZOM (29%), dan MAJU pada 104 ZOM (22%),” kata Dwikorita dalam Konferensi Pers Prediksi Awasl Musim Kemarau di Kantor Pusat BMKG, Kemayoran, Jakarta beberapa waktu lalu.

Sementara itu, outlook iklim nasional menunjukkan bahwa musim kemarau 2025 diperkirakan dimulai pada pertengahan Mei dan memuncak pada Agustus, dengan durasi yang lebih pendek dari biasanya. Hal ini membawa tantangan tersendiri, terutama bagi petani di wilayah tadah hujan dan daerah yang belum memiliki sistem irigasi permanen.

BMKG menyarankan beberapa langkah antisipatif bagi petani, antara lain:

  • Menyesuaikan jadwal tanam agar tanaman utama tidak berada pada masa kritis saat puncak kemarau,

  • Menggunakan varietas benih tahan kekeringan,

  • Meningkatkan efisiensi penggunaan air melalui teknologi irigasi hemat air,

  • Memonitor cuaca harian melalui aplikasi InfoBMKG dan kanal resmi @infoBMKG.

Prakiraan cuaca yang cermat dan tindakan adaptif di lapangan sangat penting guna mendukung ketahanan pangan nasional dan kesejahteraan petani Indonesia. BMKG bersama kementerian dan lembaga terkait terus berkomitmen untuk menyediakan informasi yang tepat waktu dan dapat ditindaklanjuti bagi masyarakat, khususnya pelaku sektor pertanian (Marwan Aziz)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *